Tahun 2002, masih dalam pencarian bentuk sajak yang paling pas. Menjelang akhir tahun, sedikit kehilangan keterpengaruhan dari karya Kahlil Gibran. Beberapa sajak pun diciptakan sebagai berikut.
01. Samar-samar
02. Bisikan Malam
03. Segalanya Merah
04. Buram
05. Kami dan Kamu
06. "..."
07. Mengantuk
08. Aspal dan Debu Jalanan
09. Luka Malam
10. Maya
11. Hanya Karena Cinta
12. Antara
13. Pencarian
14. Kalau Mati Bernyanyi
Hitam tak jenuh hadiri
perjamuanku dengan kelana
Tanpa ihwal cerah pun
mataku tergantung
pada rayuan ratu khayalan
tanpa hal yang gamblang
Bola lampu menyusut, hanya lilin
angin tak enggan mendayu,
merayu padamkan hati
Samar-samar kumemeluk
antara derita dan kenikmatan
begitu terus... jemu
tapi terus... mengubur tangis hati
Aku luka... tapi diam
kelana duduk terombang-ambing
Ah, mengapa
Kau, sayang hanya kurasakan
Samar...
hanya itulah
biar kuulangi hingga senja.
ku kayak hantu saja
Samar-samar dan begitu saja
terjadi.
BISIKAN MALAM
Aroma wangi pandan di sini
sekeliling hanya pekat... hitam
remang di dalam pelukan dingin
Adakah biru akan kutemui?
Api cemerlang dibingkai bintang
hitam meninggi mengupas keterjagaan
kalau ada embusan dari bibir malam
bisakah bising menyusut?
Tali hidup menjerat tirai malam
dari ujung puing-puing jiwa
rahasia dari mata telanjang
hymne yang berpadu di antara
misteri di balik bisikan ini
Aku rindu, terbunuh gelap
padamu dan setitik embun
jangan lari di kegelapan
kabut menutup langkah ini
Kamu terbang di riak kecil
hilang dimakan malam
tapi malam berbisik padaku...
Aku rindu, terbunuh pekat
Antara hitam dan pekat
terus... dibisiki malam
SEGALANYA MERAH
Merah, hanya merah yang buat aku
jatuh cinta
Merah, cuma dia teman jiwaku
Merah, cuma dia yang menghiasi
kekosongan.
Merah... aku mencintaimu, tapi
kau membunuhku malam ini
Di mana aku kini?
Dan aku masih terpekur menguasai
jiwa yang rapuh oleh terik mentari
dan lapuk oleh deras hujan
Merah... merah... hanya merah
yang menciumku di kala kematian
tiba
merah... segalanya merah
BURAM
Datang dan berkacalah
cermin itu buram, juga kabut di
udara
mungkin juga mata dalam hatimu
buram dan pekat
Bergegas lari dari keburaman,
dia itu LIAR dalam cermin ini
WAjahmu penuh dengan merah dan hitam
dan jadi jalang di kaca!
Membunuh.. wajah buas itu membunuh
HATImu
Palingkan muka ke kiri dan di situ
ada DOSA
Dia memberatimu dengan keBUSUKan
bersihkan kaca itu dari BURAM
juga kabut di udara! Semua BURAM
Semua sesak dan BERAT, jangan!
Berat itu ringan di udara
Sesak itu lapang di angkasa
Buram itu bening di cinta
dan samar itu indah.
Buram dan samar itu hidup!
KAMI DAN KAMU
untuk Ariel Sharon
Wajahku ada di mata hatimu
tapi mengapa kamu mengelak?
Itu cinta, bukan dusta
Tapi mengapa dia kaubuang?
Langit telah memberikannya padaku
Dan jiwa kita pun merasakan
Apakah kau tak berpaling?
Cinta itu terhalang api
darahku telah mengalir
juga tulangku berserakan
tapi kau mengacuhkannya?
Kami MENCINTAIMU bersama tuan
KEDAMAIAN
di gunung AGAMA di antara
PALESTINA--AFGHANISTAN
bukan di antara Menara Kembar,
bukan di depan Patung Kemerdekaan
yang menggambar sang damai
tetapi menunjuk kejahatan yang
mencabuti CINTA KAMI!
BULAN itu redup saat kau datang
apakah angin meniupkan cinta untuk
kami?
Apakah ia menghembuskan PERGOLAKAN?
Kami telah MATI
tapi kamu DIAM
kami itu NYATA
tapi kau melenyapkanNYA
kami itu MANUSIA
kau BINATANG atau IBLIS?
Darah yang MENGALIR
akan mengalir ke sungai KAUSAR
memberitakan kematian
warna merah akan mendatangimu
Apakah Tuhan mencintaimu?
"..."
Sepi sendiri... belum
Masih ada bising di sisi kiri
Ramai berteriak... tidak
Ada sunyi di sis terdalam
Kamu dan aku bukan dia
dia dan kamu bukan aku
semua lain!
Sepi tidak menggigil,
Ramai tidak berkeringat
Mereka bukan hantu!
Mereka bukan dewa!
Sepi bermain hati dan menggigit
Ramai bermain nyali dan mengaum
Itu nyawa hidup?
Sepi mengheningkan waktu lampau
Ramai memecahkan masa depan
Itu rahasia jiwa?
Aku rapuh, kamu rapuh
Sepi menginjak kita sekarang
Ramai meludahi kita besok
Itu kebusukan waktu?
Aku, kamu, dan dia...
dijauhkan sepi, didekatkan ramai
Aku, kamu, dan dia
direndahkan ramai, ditinggikan sepi
Inikah permainan Tuhan?
Inikah kehendak Tuhan?
Sepi membunuhku...
MENGANTUK[1]
Mata diberati anggur keterlenaan...
semua tidur
wajah polos di sini tersenyum, aku
menggigil.
Cuma aku yang masih terjaga malam
ini
ditingkahi ocehan jangkrik... ah,
mereka bahagia
Belum kusandarkan di pangkuanmu
tempat curahan tuturan
tulang-tulangku
mereka rapuh dan menggigil
hawa makin dingin... sepi...
hanya aku
Satu-satu pergi, juga kamu
bulan juga dipandu bintang kabur
tenggelam di kabut...
ah, tinggal aku
hembusan angin diikuti jarum jam
Aaaah, mataku berat
Cuma aku saat itu
menggigil... sendiri seperti dulu
Semoga.
ASPAL DAN DEBU JALANAN
Aspal dan debu jalanan
meracuni dangkal otak,
meretakkan tulang yang rengkah
Mengoyak nilai-nilai luhur yang
tajam
Dan sudah sewajarnya kita tercoreng
dan teracuni
kepalsuanmu dan ku
memang harus digolok biar hancur!
Harus diracun debu jalanan yang
mengepul!
Akhirnya cuma kosong yang membunuh
Debu jalanan cepat berhamburan...
LUKA MALAM
Saat bulan tertatih,
terjatuh dan terpesona pada dangkal
sungai,
itu awal luka malam!
Bintang ogah-ogahan bersinar,
tertatih di keheningan dan kabut
berjalan
membalut luka malam
Ada yang berbisik di malam yang terluka?!
Di teriak yang dalam gelap,
tetes air dan pecahan kaca?
Ada!
Kehancuran bintang mudamu
di sini!
MAYA[2]
Tercium di antara kehampaan
Kamu sayang hanya kurasakan
Menjamah mata telanjang
ia terpecah-pecah dan terinjak
Di dalam samar ini, terlihatlah!
Cahaya remang tidur
keretakan begitu kelabu, menghitam
Di kehampaan dingin, menggigillah
Ia terlelap, semua terlelap
kita melintas lorong, kosong tak
bertepi
Hanya ada kamu dan aku
yang memeluk sepi
Roda waktu berputar tiada henti
HANYA KARENA CINTA
Cinta tak pernah hiraukan
walau tak akan tersentuh
biarkan melebut!
Dua sisi kehidupan, pasti
biarkan aku terluka!
Karena lebih berarti padaku
daripada senyuman yang meracun
biarkan aku terbunuh!
air mata telah mengalir
Jangan kau terluka!
Biar kutak mati sia-sia[3]
dan tersenyumlah...
ANTARA
Bacalah langit hatiku!
Adakah keteduhanmu
yang memikat hati?
Kita sebagai dua cinta
yang terhempas remuk
tapi tak ada terlambat
karena usai di sini
dalam naungan bintang-gemintang
Hitam langit menguasai kita
dan menghela kata
Kita satu cinta, kini
Maka biar kubaca teduh wajahmu
dan resapkan
satu nafas hati
01.07.2002
PENCARIAN
Angin, di mana kekasihku?
Bumi bulat dan telah kukelilingi
Tapi dia tak kutemukan
hilang bersama embusanmu
Kuikuti embusan angin senja
kuselami palung terdalam
tapi dia tak kutemukan
hanya hampa yang kutemui
Di manakah kekasihku
kuterpikat hatinya
Di manakah cintaku
kucinta nafas jiwanya
Waktu, izinkanku menjamahmu
Aku jatuh cinta kepadanya
Satukan nafas cintaku dan dia
dan biar dia kutemukan
KALAU MATI BERNYANYI
Apakah ada sisa cinta di hari?
Tidak, semua sudah berakhir.
Kalau begitu, mengapa kau telah
melakukannya,
penantian sia-sia?
Tidak, karena semua baru dimulai
saat
semua sudah berakhir.
[1] Saat
itu, aku tidur bersama adikku, tapi beberapa jam, aku tidak tidur juga. Sampai
suatu saat, kulihat wajah damai adikku yang menghadap wajahku. Kuciptakan sajak
ini agar aku mengantuk, ha ha ha.
[2] Bukan nama cewek, dan bukan nama
mantan istrinya Ahmad Dhani. He he he~ Kadang, saat-saat itu, saat masih bisa
menggambar, kuciptakan sajak beserta gambar. Nah, kebetulan sajak ini dibuat
setelah kubuat ilustrasi dua kepala manusia. Laki-laki berambut pendek dan
perempuan berambut panjang. Waktu kulihat rambut perempuan yang tergerai itu,
aku merasa dalam dunia yang maya… ah, begitulah.
[3] ahm, setelah kuketik sekarang, satu kata
untuk sajak ini: HOEEEEK! Ha ha ha ^_^
No comments:
Post a Comment