Saturday, July 12, 2014

Kumpulan Sajak Fitra Firdaus Aden Tahun 2002 (Bagian Dua)



Tahun 2002, masih dalam pencarian bentuk sajak yang paling pas. Menjelang akhir tahun, sedikit kehilangan keterpengaruhan dari karya Kahlil Gibran. Beberapa sajak pun diciptakan sebagai berikut.

01. Samar-samar
02. Bisikan Malam
03. Segalanya Merah
04. Buram
05. Kami dan Kamu
06. "..."
07. Mengantuk
08. Aspal dan Debu Jalanan
09. Luka Malam
10. Maya
11. Hanya Karena Cinta
12. Antara
13. Pencarian
14. Kalau Mati Bernyanyi



SAMAR-SAMAR

Hitam tak jenuh hadiri
perjamuanku dengan kelana
Tanpa ihwal cerah pun
mataku tergantung
pada rayuan ratu khayalan
tanpa hal yang gamblang

Bola lampu menyusut, hanya lilin
angin tak enggan mendayu,
merayu padamkan hati

Samar-samar kumemeluk
antara derita dan kenikmatan
begitu terus... jemu
tapi terus... mengubur tangis hati

Aku luka... tapi diam
kelana duduk terombang-ambing
Ah, mengapa
Kau, sayang hanya kurasakan

Samar... hanya itulah
biar kuulangi hingga senja.
ku kayak hantu saja

Samar-samar dan begitu saja
terjadi.






BISIKAN MALAM

Aroma wangi pandan di sini
sekeliling hanya pekat... hitam
remang di dalam pelukan dingin
Adakah biru akan kutemui?

Api cemerlang dibingkai bintang
hitam meninggi mengupas keterjagaan
kalau ada embusan dari bibir malam
bisakah bising menyusut?

Tali hidup menjerat tirai malam
dari ujung puing-puing jiwa
rahasia dari mata telanjang
hymne yang berpadu di antara
misteri di balik bisikan ini

Aku rindu, terbunuh gelap
padamu dan setitik embun
jangan lari di kegelapan
kabut menutup langkah ini

Kamu terbang di riak kecil
hilang dimakan malam
tapi malam berbisik padaku...
Aku rindu, terbunuh pekat

Antara hitam dan pekat
terus... dibisiki malam






SEGALANYA MERAH

Merah, hanya merah yang buat aku jatuh cinta
Merah, cuma dia teman jiwaku
Merah, cuma dia yang menghiasi kekosongan.

Merah... aku mencintaimu, tapi
kau membunuhku malam ini
Di mana aku kini?
Dan aku masih terpekur menguasai
jiwa yang rapuh oleh terik mentari
dan lapuk oleh deras hujan

Merah... merah... hanya merah
yang menciumku di kala kematian tiba
merah... segalanya merah





BURAM

Datang dan berkacalah
cermin itu buram, juga kabut di udara
mungkin juga mata dalam hatimu
buram dan pekat

Bergegas lari dari keburaman,
dia itu LIAR dalam cermin ini
WAjahmu penuh dengan merah dan hitam
dan jadi jalang di kaca!
Membunuh.. wajah buas itu membunuh HATImu

Palingkan muka ke kiri dan di situ ada DOSA
Dia memberatimu dengan keBUSUKan
bersihkan kaca itu dari BURAM
juga kabut di udara! Semua BURAM

Semua sesak dan BERAT, jangan!
Berat itu ringan di udara
Sesak itu lapang di angkasa
Buram itu bening di cinta
dan samar itu indah.
Buram dan samar itu hidup!







KAMI DAN KAMU
untuk Ariel Sharon

Wajahku ada di mata hatimu
tapi mengapa kamu mengelak?
Itu cinta, bukan dusta
Tapi mengapa dia kaubuang?

Langit telah memberikannya padaku
Dan jiwa kita pun merasakan
Apakah kau tak berpaling?

Cinta itu terhalang api
darahku telah mengalir
juga tulangku berserakan
tapi kau mengacuhkannya?

Kami MENCINTAIMU bersama tuan KEDAMAIAN
di gunung AGAMA di antara PALESTINA--AFGHANISTAN
bukan di antara Menara Kembar,
bukan di depan Patung Kemerdekaan
yang menggambar sang damai
tetapi menunjuk kejahatan yang mencabuti CINTA KAMI!

BULAN itu redup saat kau datang
apakah angin meniupkan cinta untuk kami?
Apakah ia menghembuskan PERGOLAKAN?

Kami telah MATI
tapi kamu DIAM
kami itu NYATA
tapi kau melenyapkanNYA

kami itu MANUSIA
kau BINATANG atau IBLIS?

Darah yang MENGALIR
akan mengalir ke sungai KAUSAR
memberitakan kematian

warna merah akan mendatangimu
Apakah Tuhan mencintaimu?








"..."

Sepi sendiri... belum
Masih ada bising di sisi kiri
Ramai berteriak... tidak
Ada sunyi di sis terdalam

Kamu dan aku bukan dia
dia dan kamu bukan aku
semua lain!

Sepi tidak menggigil,
Ramai tidak berkeringat
Mereka bukan hantu!
Mereka bukan dewa!

Sepi bermain hati dan menggigit
Ramai bermain nyali dan mengaum
Itu nyawa hidup?

Sepi mengheningkan waktu lampau
Ramai memecahkan masa depan
Itu rahasia jiwa?

Aku rapuh, kamu rapuh
Sepi menginjak kita sekarang
Ramai meludahi kita besok
Itu kebusukan waktu?

Aku, kamu, dan dia...
dijauhkan sepi, didekatkan ramai
Aku, kamu, dan dia
direndahkan ramai, ditinggikan sepi
Inikah permainan Tuhan?
Inikah kehendak Tuhan?
Sepi membunuhku...








MENGANTUK[1]

Mata diberati anggur keterlenaan... semua tidur
wajah polos di sini tersenyum, aku menggigil.
Cuma aku yang masih terjaga malam ini
ditingkahi ocehan jangkrik... ah, mereka bahagia

Belum kusandarkan di pangkuanmu
tempat curahan tuturan tulang-tulangku
mereka rapuh dan menggigil
hawa makin dingin... sepi...
hanya aku

Satu-satu pergi, juga kamu
bulan juga dipandu bintang kabur
tenggelam di kabut...
ah, tinggal aku
hembusan angin diikuti jarum jam

Aaaah, mataku berat
Cuma aku saat itu
menggigil... sendiri seperti dulu
Semoga.







ASPAL DAN DEBU JALANAN

Aspal dan debu jalanan
meracuni dangkal otak,
meretakkan tulang yang rengkah
Mengoyak nilai-nilai luhur yang tajam

Dan sudah sewajarnya kita tercoreng dan teracuni
kepalsuanmu dan ku
memang harus digolok biar hancur!
Harus diracun debu jalanan yang mengepul!

Akhirnya cuma kosong yang membunuh
Debu jalanan cepat berhamburan...








LUKA MALAM

Saat bulan tertatih,
terjatuh dan terpesona pada dangkal sungai,
itu awal luka malam!

Bintang ogah-ogahan bersinar,
tertatih di keheningan dan kabut berjalan
membalut luka malam

Ada yang berbisik di malam yang terluka?!
Di teriak yang dalam gelap,
tetes air dan pecahan kaca?

Ada!
Kehancuran bintang mudamu
di sini!





MAYA[2]

Tercium di antara kehampaan
Kamu sayang hanya kurasakan
Menjamah mata telanjang
ia terpecah-pecah dan terinjak
Di dalam samar ini, terlihatlah!

Cahaya remang tidur
keretakan begitu kelabu, menghitam

Di kehampaan dingin, menggigillah
Ia terlelap, semua terlelap
kita melintas lorong, kosong tak bertepi

Hanya ada kamu dan aku
yang memeluk sepi
Roda waktu berputar tiada henti






HANYA KARENA CINTA

Cinta tak pernah hiraukan
walau tak akan tersentuh
biarkan melebut!
Dua sisi kehidupan, pasti
biarkan aku terluka!
Karena lebih berarti padaku
daripada senyuman yang meracun

biarkan aku terbunuh!
air mata telah mengalir

Jangan kau terluka!
Biar kutak mati sia-sia[3]
dan tersenyumlah...




ANTARA

Bacalah langit hatiku!
Adakah keteduhanmu
yang memikat hati?

Kita sebagai dua cinta
yang terhempas remuk
tapi tak ada terlambat
karena usai di sini
dalam naungan bintang-gemintang

Hitam langit menguasai kita
dan menghela kata

Kita satu cinta, kini
Maka biar kubaca teduh wajahmu
dan resapkan
satu nafas hati

01.07.2002






PENCARIAN

Angin, di mana kekasihku?
Bumi bulat dan telah kukelilingi
Tapi dia tak kutemukan
hilang bersama embusanmu

Kuikuti embusan angin senja
kuselami palung terdalam
tapi dia tak kutemukan
hanya hampa yang kutemui

Di manakah kekasihku
kuterpikat hatinya
Di manakah cintaku
kucinta nafas jiwanya

Waktu, izinkanku menjamahmu
Aku jatuh cinta kepadanya
Satukan nafas cintaku dan dia
dan biar dia kutemukan







KALAU MATI BERNYANYI

Apakah ada sisa cinta di hari?
Tidak, semua sudah berakhir.
Kalau begitu, mengapa kau telah melakukannya,
penantian sia-sia?
Tidak, karena semua baru dimulai saat
semua sudah berakhir.



[1]  Saat itu, aku tidur bersama adikku, tapi beberapa jam, aku tidak tidur juga. Sampai suatu saat, kulihat wajah damai adikku yang menghadap wajahku. Kuciptakan sajak ini agar aku mengantuk, ha ha ha.
[2] Bukan nama cewek, dan bukan nama mantan istrinya Ahmad Dhani. He he he~ Kadang, saat-saat itu, saat masih bisa menggambar, kuciptakan sajak beserta gambar. Nah, kebetulan sajak ini dibuat setelah kubuat ilustrasi dua kepala manusia. Laki-laki berambut pendek dan perempuan berambut panjang. Waktu kulihat rambut perempuan yang tergerai itu, aku merasa dalam dunia yang maya… ah, begitulah.
[3] ahm, setelah kuketik sekarang, satu kata untuk sajak ini: HOEEEEK! Ha ha ha ^_^

No comments:

Post a Comment