Saturday, July 12, 2014

Kumpulan Sajak Fitra Firdaus Aden Tahun 2005



Tahun 2005, aku membuat dua novel pribadi, HITAM dan PUTIH (tulisan terakhir di SMA), dan Imperfect Season (tulisan pertama di kuliah), tapi keduanya hmmm, masih sangat remaja meski berada di dua kutub yang berbeda. Mungkin karena dalam masa transisi, aku hanya menemukan beberapa sajak tahun itu, meski sebenarnya aku cukup banyak membuat sajak (di beberapa buku tulis teman-teman SMAku sepertinya masih ada kalau mau dilacak). Sajak-sajak di bawah ini sama sekali tidak menarik, kupikir. Masih seputar “sakit hati” yang remaja banget, meski “Jari Tengah” sedikit ada unsur 'ehm-ehm'-nya.

Daftar sajak 2005:
1.      Perempuan Tersayang
2.      White Day
3.      Doll
4.      Kidnapping
5.      (Api kecil yang perlahan membesar, membakar…)
6.      (Perlahan kaurenggut bebasku…)
7.      (Bagaimana kau datang, kemudian menyalakan lenteraku?...)
8.      Himpunan
9.      Sajak Sepanjang Malam
10.  Fake Rebirth
11.  Jari Tengah
12.  Bewilderment
13.  Khayal Terlarang
14.  Kedai Teh dan Anxious












Perempuan Tersayang

Telah tiba waktu,
Kuselimuti daun yang berserak
Memungut buah matang yang tak kau suka lagi

Telah datang saat,
Kubungkus cinta yang bergelimpangan,
Memberikannya padamu

Perempuanku tersayang,
Kuberikan pada kedua tanganmu
Yang berdarah-darah,
Sebuah kepingan yang terakhir
Untuk menyematkannya
dalam cinta tiada akhir…





White Day

Terlalu banyak waktu terlewat
Tetapi dirimu tak pernah tergapai.

Entah aku ada di mana,
nyawaku tetap terbang ke arahmu
Inikah hari putih itu?





DOLL

Cinta berubah dendam,
Dendam menjadi hangat,
Hangat memupuk cinta
Kembali terlahir
Lagi dan lagi…

Memucat dalam mimpi
Genggam lagi
Dan buang lagi
Tetap saja cinta yan tercipta

Bertemu kembali
Berpisah kembali
Selalu cinta yang kutemukan di bibirmu





KIDNAPPING

Nanti kalau sudah tiba waktuku bergerak,
Akan kuledakkan kota tempatmu bersembunyi
Dan bila itu tak cukup, ku akan menyusup ke tempatmu berbaring:
Menculikmu!






Api kecil yang perlahan membesar, membakar
Dosa yang pernah terlupakan
Dari sisi kiri kehidupan




Perlahan kaurenggut bebasku
Satu demi satu mencabut tawa ceriaku

Sedikit demi sedikit kaubernyanyi di atas deritaku
Selangkah demi selangkah kauporak-porandakan cinta yang kubangun

Tapi, suatu saat akan tiba waktunya
Ketika jemarimu terlepas dari genggamanku
Kau yang berlari kepadaku… tertatih.[1]




Bagaimana kau datang, kemudian menyalakan lenteraku?
Padahal sudah begitu gelap,
Dan aku pernah menggelapkanmu.

Siapa sesungguhnya kamu[2]?






HIMPUNAN

Kemanapun malam kita dirampas paksa oleh matahari yang tak kunjung menangis, dengar saja bisik yang terucap dari bibir bekuku: “tak akan kulepaskan bayangan yang semakin pudar ini!”

Karena kita masih himpunan yang tak mudah dikekang-dipatahkan.
Tiada yang berani menyisipkan pahit di dalamnya!





Sajak Sepanjang Malam

Terengah, mengendap-endap di kegelapan
Mata ini nanar sayu mencari
Keping-keping surga porak-poranda
Yang kauhempas kemarin malam

Getir, bibir gemetar, namamu kusebut
Sepanjang sumpah serapah
yang mengalir tanpa henti
Ini kedukaan siapa?

Setiap kumenyelinap,
Semakin kau tenggelam
Setiap kutelikung,
Semakin kau merapat pada pekat
Ini kebodohan siapa?

Berlari sejauh kaki masih mengetuk tanah
Berteriak tak bosan
selayak sang penyair yang terbuang…
Berterbangan, hati ini adalah hati busuk
yang kau robek-robek dengan taring

Lelah, letih, dan menyusut
Kuselayak mayat hidup saja

Kekasih tersayang,
Mimpi ini angan kosong
Sang pengelana yang tersesat…





FAKE REBIRTH

Kelam, lentera telah padam
Letih bersinar
Dalam naungan bulan redup
Pekat menutup

Jalan cerita patah di tengah jalan
Dian tubuh tumpah hilang jalan

Tak terbangkitkan dari mimpi buruk
Tak menghitung hari-hari depan
Lebih percaya matahari masih tunduk
Di perulangan penciptaan

Malam melesat, cahaya memberantak
Kata-kata terlambat, hati juga memberontak

Doa pada bulan perak adalah guyonan
Apalagi menceburkan diri pada matahari

Just a fake rebirth…



JARI TENGAH

“Morning, My Dear”[3]
tidur tak nyenyak
oleh bisikan menghentak
hati yang tergeletak
saat wajahmu tergelak

“Guten Tag, reizendes mädchen”
janjimu pergi melayang
begitu dia menjelang
Begitu mudah kuterbuang
pembicaraan masih terngiang

“Konbawa, boku no hime”
saat kutuang kopi,
kuberdiri sendiri
Kusimak kau berhenti,
memeluk kekasih hati

“Bonne nuit  […]”
Ciuman hangatmu,
membuat merah bersemu
Berdiri terpaku,
di depan mataku

“Selamat pagi lagi, wahai kau yang kebetulan lelap di ranjangku”
tidur tak nyenyak lagi
oleh bisikan menghentak lagi
hati yang tergeletak lagi
saat wajahmu tergelak lagi

Perlahan…
Perlahan…
Perlahan…
Tapi pasti
Jari tengah ini terangkat





BEWILDERMENT

Sejenak kubersembunyi,
Menulis sebuah puisi

Sejenak kumendesah,
Menyebut nama tak terarah

Langit maha sempurna
Tapi aku bukan Langit

Kalau kau kembali,
Kutak suka menyebut kata kalau

Hanya mata yang memejam,
Yang meniriskan jalan cerita



KHAYAL TERLARANG

Kunodai kau dengan cinta yang ternoda,
Bermain dengan noda,
betapa sering kulakukan
di hari-hari panjang tanpamu

Cinta, berada dalam pekat awan
Senantiasa memayungi kita berdua

Bersalahkah
kumembawamu ke jalan yang salah,
atau
lebih bersalah lagi
jika ku membiarkanmu terbang
pada dia yang tak pernah salah?

Milikku…
Milikku…
Milikku…

Dan mata yang jauh itu pun,
Merampasmu dengan tidak hormat






KEDAI TEH DAN ANXIOUS

Kuhirup aroma teh senja ini, berharap semua kenangan indah tentang dia, tentangmu tetap tinggal di hatiku tanpa perlu aku bergelut di rantainya. Lalu, kau datang pada acara rutin minum tehku ini.

Ah, kedai ini dan kursi panjang tempat kau bercerita kata-kata rahasia dulu…
aku pernah memandangnya sendirian ketika ia kosong, hampa, tanpa ada seorangpun yang duduk di sebelahku sampai tiba saat aku melihatmu di sini lagi, saat ini. Saat ini.
Langit di luar akan terus indah dan kau tidak akan bisa menemukanku di sana meski telah kautajamkan penglihatanmu.

Aku tersenyum, mereguk teh di antara luka dan perih. Kaurapatkan tubuhmu, menengadah langit luas. Berharap masih ada di sana, Anxious?

Kureguk lagi tehku, tersenyum lagi. Melihatmu di depan tersenyum pula. Sangat manis. Andai aku bisa memahami makna senyummu yang sekarang…

Kita. Aku di sini dan kau di sana bersama kekasihmu.


[1] Sajak ini diciptakan tokoh bernama Nawa Larantuka (dalam cerita “Imperfect Season”) untuk Adinda Kiris Salsabila, adik kelasnya, yang memutuskannya. Nawa adalah sahabat dekat Awal, tokoh utama cerita tersebut. Sajak ini terpengaruh lirik lagu “Anata no Tame ni”-nya L’arc~en~Ciel:
anata wa sukoshi zutsu ubatta jiyuu
mou itami o kanjinai ushinau koto nimo
[2] Sajak ini diciptakan tokoh Ryesha Arshasyahadia dalam cerita “Imperfect Season”) untuk Sahaja Awal, kakak kelasnya. Kedua tokoh ini adalah tokoh utama cerita tersebut.
[3] Pergerakan waktu dan pergerakan panggilan. Dari yang sayang sekali hingga menjadi sesuatu yang tidak dikenal dan tidak diakui. Alih-alih lebih buruk, terlihat semakin “membara”. Aslinya saya nggak tahu panggilan “sayang” dalam bahasa Jerman dan Perancis, so terciptalah gradasi tersebut.

No comments:

Post a Comment