2006 adalah masa-masa kering. Sajak yang saya buat juga cenderung dengan bahasa-bahasa ringan dan agak sedikit 'liar'. Melakukan banyak percobaan karena ada di tahun pertama sebagai mahasiswa. Ini adalah kumpulan sajak saya yang
berjudul “Kesekian Cinta Terakhir”.
01. Sebutir Debu
02. Bulan Madu
03. Perihal Tong Sampah di Seberang
Gedung
04. Masterpiece
05. Gudang Bawah Tanah
06. – tak bolehkah saya tak menuliskan
kata ‘Sayang’ di belakang namanya? -
07. Berkenalan dengan Dosa
08. Sejak Saat ini Kita Tidak
Berjodoh
09. --- no title available ---
10. Pertemuan Pertama
11. Lemparan Telur Mentah
12. Tolong Sumbat Telinga
13. Saigo no Kuchizuke
14. Ei,
15. Olokan tengah Malam
16. Kesekian Cinta Terakhir
SEBUTIR DEBU[1]
Kami adalah pasir di pantai luasmu
– begitu rapuh –
terbang tertiup angin larut dalam
gelombang ---dipermainkan hidup---
Sudah lama ini terus terjadi
Perlahan kaupun mengganti semua
dengan tangisan kami
Banyak belajar bersikap bijak pun
menatap penuh kepastian berderai
air mata
‘tuk jadi lebih ---menjadi dewa
yang lebih baik dari ini---
Sebutir debu tak pernah begitu
banyak berarti
dalam hitunganmu
Tapi engkaulah tempatku bersandar
dari sakit
Sebutir debu tak akan cukup berani
mengganti alasmu
berdiri di atas tujuh langit dan
tujuh bumi
Semua itu adalah titahmu
Terang tak terlalu terang gelap tak
begitu gelap
Itulah aturan yang selalu kautuang
Dalam caraku belajar memandang
dunia
Tak ada yang lain ---bisikanmu yang
begitu berharga---
Akulah pasir ---yang selalu
menengadah memohon keajaiban---
BULAN MADU[2]
Campurbaurkan cintamu dalam madu
yang kutuang
Pertama kalinya
Kenikmatan tak terlarang adalah
benar adanya
Yang esa tak terbilang
Resapkan kehangatannya saat dua
mata beradu
Kaulentik membius
Rengkuhan lembut mengalung degup
berdebur tak tentu
Terasa indahnya...
Guncang aku pun perlahan tahanlah
barang sebentar
Kutahu ada engkau
Campurbaurkan cintamu dalam madu
yang kutuang
Kedua kalinya
Perihal Tong Sampah di Seberang Gedung
Karenanya namaku ditulis
Di samping tong sampah
Yang isinya bangkai tikus
Mengais untung lantas mati
Kok tidak ada pencakar langit yang
berjualan bangkai tikus?
Kebanyakan uang, mungkin
Masterpiece[3]
Jika kulihatnya lukis di wajahnya
Hanya duka adanya sebanyak apa yang
kulukisnya
Serabut kuas tercabut
Sempurna kau terebut...
Mahakarya tak sempurna
Tak benar sesungguhnya
Satu yang kupercaya
Hanya Tuhan yang Maha
“Telah kusaksikan semua karya
Yang ditunaikan di bawah matahari,
Dan lihatlah, segalanya sia-sia
Dan menjengkelkan hati”[4]
Gudang Bawah Tanah
Pekat...
Pengap...
Ada di tanganku
Tergeletak diendus tikus
di sudut
---tak bolehkah saya tak menuliskan kata “SAYANG” di BELAKANG namanya?[5]---
Kattou, kemarin kau menaruh
Pergelangan tanganku sembarangan
Aku bisa jatuh tak bisa berpegangan
Aku lucu tak percaya tak berdaya
Kala mengerjapkan mata kaulubangi
hati
Bisa-bisa aku mati sebentar lagi!
Tapi Tuhan ~ bukan yang di atas ~
Punya banyak ramuan rahasia
Berkenalan dengan Dosa[6]
Tubuhmu adalah senjatamu[7]
Kalau begitu pergunakan semestinya
buat dia, jangan suguhkan cuma-cuma
padaku, Bambang, Asep, Romli[8],
Situmorang, Joe, Alex, dan Ricardo
Nanti aku suka
dan lupa
kemarin tanggal berapa
Sejak Saat ini Kita Tidak Berjodoh[9]
Mengapa kau menghitung
hingga sampai angka itu saja?
Aku punya 5 dan 9
tapi aku tak punya 1, 2, dan 3
Angka-angkamu itu aneh
membatasi dan memahat beda
Atau aku yang aneh?
masa’ angka saja diributkan!
--- no title available ---
Kesadaranku
Hilang
Sebelum
Kau sadar
Kita berbincang
Di dalam sangkar
Dan kakiku dijerat[10]
Pertemuan Pertama[11]
Apa yang kaucoret di mataku?
warna merah yang kubenci
warna hitam yang kumaki
warna putih yang kuludahi
lalu kau aduk
Biar aku suka
ah, tambah coretnya lagi
dengan dingin bibirmu
apa dingin berwarna?
Lemparan Telur Mentah[12]
untuk Tino Irmansyah
Aku tak suka telur yang amis
Walau kau kelihatan suka-suka saja
Mungkin mataku harus kutaruh di
tempat berbeda
Agar kusuka-suka juga
Amis dosa tak membuat muak
Atau kutajamkan saja garis di
bibir?
Sedikit lebih melengkung ke bawah
Pucat kutunggu bukti ucapmu
Sekian waktu yang akan lalu
Jangan-jangan janjimu amis juga
TOLONG SUMBAT TELINGA
Kusangka wajahmu kusam
oleh derita senyum terpaksa
terus berkasih-kasihan saja
dan pandangi aku
kasihan
Barang pungutan tidak pernah indah[13]
itu kata mereka
SAIGO NO KUCHIZUKE[14]
Terima kasih
Wajah seputih salju – shirayuki -
Aku tak sengaja melihatmu
Yang terbiasa tersakiti
Dan kulupa di mana kutaruh hati
Saat harus memberinya padamu
Kemudian kau lari
Kusingkap tubuhku kutemukannya lagi
Dia masih tinggal
Ujung-ujungnya
Mata adalah puncak luka
Biar kucukilnya saja agar kekasih
Tak perlu berlinang air mata
Tapi kalau kucukil
Lukanya tak terhingga
Mata adalah tempat keluar luka
Yang tak mau diluka
Kalau hati yang luka?
EI,[15]
Ei, kusimpan di sakuku
hati yang kaujatuhkan di keramaian
kemarin
Nanti kalau kaubutuh
panggil namaku tiga kali
kukembalikan
setelah kulubangi sedikit
aku tak meminjamnya
menyimpan untukmu barang sebentar
masa’ kau akan meributkan
omong kosong tak bermutu?
Ei, kusimpan di saku bajuku
kalimat tak bersuaramu juga.
Olokan tengah Malam[16]
Rauda meminta bintang
Tapi aku bukan tuan langit malam
Kupinta kancing baju teratasnya
Tapi dia tak berikan
Setia sampai mati
Itu lagu barunya, sumbang
Kesekian Cinta Terakhir[17]
Hujan menilep suara
Kaupias hilang arah[18]
Kutegang lepas basah
Genggam bunga mawar
Kuncupkan kalau mau gigit bibirmu
Kadang kukerudung jantung
agar tak benar kuyup
Kering pun percuma karena hujan
suka mencelup genangan di sudut
Kuseok
Rindu dendam
Kesekian cinta terakhir
perbaiki cinta usangku...
[1] Aslinya, ini adalah lirik lagu Sauh
(Spirits) untuk album Love (2005), “Sebutir Debu”, dan “Bulan Madu” (titlenya
saya ganti “Honey Moon”). Untuk kepentingan opening kumpulan sajak ini, saya
memilih yang berkaitan dengan Tuhan.
[2] Sama seperti “Kuda Kuning Langsat”
di liriknya Spirits (perjalanan hubungan seksual, bandingkan dengan lirik
“Lover Boy” [album SMILE, 2004]:
Atsuku me o samashite, kimi to ajiwai-au
“Bangkitkan hasrat di mata yang terpantik nyala
[nafsu]. Mari saling menikmati [bercinta]”
atau “Pretty
Girl” [album KISS, 2007]:
Ashi wo hirogete nozoku keshiki ha… Mabayui bakaridaze
Bentangkan kakimu [posisi tertentu dalam hubungan
seksual], biar kuintip sebuah kisah yang 'kan menyilaukanku.
[3] Sama dengan “Sebutir Debu” dan
“Bulan Madu”, bedanya “Masterpiece” digunakan untuk Mix~Max dalam album
Shangri-La (Januari 2006).
[4] Dikutip dari kata-kata Ecclesiastes
yang termuat dalam buku “Air Mata dan Senyuman” karya Kahlil Gibran.
[5] Judul aslinya, “– tak bolehkah saya
tak menuliskan kata ‘Mbak’ di depan namanya?”. Kattou dapat bermakna ganda,
salah satunya adalah Rosa Kato, model Jepang blasteran Jepang-Italia. Iklannya
untuk alat kosmetik ZEXY sangat menarik, termasuk senyumnya yang malu-malu
tetapi maut, alih-alih mau.
[6] Judul ini terpengaruh judul buku
“Berkenalan dengan Prosa”. Sama halnya ketika saya membuat judul “Ruang Lingkup
Batasan Diandra” dalam salah satu sub-bab stensilan “Para Pengintip”,
terpengaruh sub-bab buku linguistik yang berjudul, “Ruang Lingkup Bahasan
Linguistik”.
[7] Dalih kaum feminis. Seksualitas yang
diungkapkan pria secara “kejam” dan cenderung “mengeksploitasi” wanita, pada
tataran tertentu digunakan untuk memutarbalikkan keadaan. Wanita memperlihatkan
“eksploitasi tubuh” mereka untuk menawan lelaki.
[8] Aslinya, nama-nama ini adalah
nama-nama yang merepresentasikan sesuatu tertentu. Romli diambil dari pengarang
cerita anak-anak Usep Romli, walaupun ceritanya sama sekali tidak berkaitan
dengan kajian feminisme. Situmorang diambil dari nama kritikus Saut Situmorang
yang menampilkan wacana mengenai feminis Indonesia yang “masih” menggunakan
jasa pembantu rumah tangga (penindasan terselubung). Nama-nama barat,
melambangkan eksploitasi Timur oleh Barat. Hmmm, saya pernah menemukan parodi
sajak ini di sebuah forum. Lucu juga, tapi saya tidak ingat. Mungkin yang
memarodikan sajak ini mengira saya sedang membuat sajak sejenis “puisi mbeling”
yang diciptakan dan disebarluaskan Remy Silado (23-6-71).
[9] Angka 1, 2, 3 adalah angka-angka
juara sedangkan saya belum mencapainya saat itu. Ini tentang perlombaan, bukan
cinta laki-laki dan perempuan. Angka 9 adalah peringkat IX di
Lomba Esai Pelajar SMA se-kota
Yogyakarta 2004.
[10] Bandingkan dengan penggalan lirik
White Feathers:
“heya no sumi ni wa ashi o tsunagareta tori ga hisshi
ni habataki
kare wa sore o kanashige ni mitsumete wa… kanojo ni
omoi o hasete”
Sementara, di sudut sana,
burung yang kakinya terjerat, kalut mengepak sayap
Penglihatannya pada segala macam kepiluan di sana, memberi kabar bagi kekasih hati
[11] Pernah saya bertemu anak SMA,
perempuan, di pagi-pagi dingin pada pertengahan 2006. Dia memakai jaket hitam
dengan krag merah. Seragam SMAnya putih, tentu saja.
[12] Tentang seorang pemimpin. Ia
berulang tahun dan teman-temannya melempar dengan telur. Saat itu, dia berjanji
dan dijanjikan: “kita akan bersatu”. Saya ragu, walaupun saya tahu kami akan
bertemu lagi, tidak hanya dalam mimpi.
[13] Hmmm, barang pajangan. Kadang saya
merasa demikian juga. Dipamerkan agar orang tertarik, tapi ketika tertarik,
tidak perlu membelinya karena barang itu barang pajangan, yang harus berada di
pajangan selama-lamanya sebagai penarik pelanggan. Hmmm, old story. Meskipun “indah”,
tetapi tidak di-“indah”-kan
(dipedulikan)
[14] Saigo berarti terakhir, kuchizuke
berarti ciuman. Ciuman Terakhir untuk Shirayuki, Snow White, Putri Salju.
Kadang-kadang, pertemuan kembali dengan seseorang setelah sekian lama bisa
berarti “selamat tinggal” bukan “selamat datang kembali
dalam kehidupan saya”.
[15] Bukan nama orang “Ei”, misalnya
“Eika”, tetapi kata-kata yang diucapkan saat sesuatu terjatuh. “Ei,
hatiku jatuh olehmu”.
[16] Ini berkaitan dengan cerita saya
yang tidak jadi. Tokoh utamanya bernama Rihat. Kekasihnya bernama Rauda. Sayaciptakan
sesuai dengan keadaan mental Rihat dalam kisah tersebut, meminta kesetiaan yang
tidak pernah ada (“katanya cinta mati, melepas kancing baju teratas saja tidak
berani”). Beralih ke baris kedua, “tapi aku bukan tuang langit malam”, bisa
diartikan dua macam, atau lebih. Pertama, langit malam yang selalu menaungi
Rauda (dia orang yang berjalan pada malam hari). Kedua, Langit Malam sayaambil
dari nama tokoh “Biru Langit Malam” (Lead me with Your Wings) yang setia kepada
kekasihnya, Nadia Gadis Andrani (Gadis) --- kontras dengan hubungan Rihat dan
Rauda---.
[17] Lirik “Love Flies”
(L’arc~en~Ciel dalam album REAL [2000] dan single “Love Flies” [c/w Shinjitsu
to Gensou to ~ out of reality mix~]), “saigo no ai…” dst, terjemahannya, “Sudah
saatnya kuganti cinta terakhirku”. Lirik tersebut mengisahkan seorang
penyanyi yang terjun ke dalam keriuhan penonton, diusung kian kemari, dilempar
demi ekstase penonton.
[18] Pengalaman pribadi yang lucu. Saya
ditelepon oleh Mbak Lia (editor Tiga Serangkai) saat hujan deras, dan suara
benar-benar tidak jelas saking derasnya hujan. So, saya bayangkan seandainya
telepon itu antara dua orang yang sedang jatuh cinta sekaligus dalam krisis
besar (misalnya kehilangan kepercayaan) hingga si aku merasa perlu mengganti
cinta yang sudah disebutnya “terakhir”. Kesekian
menunjukkan peluang ketidaksetiaan tersebut.
No comments:
Post a Comment