Saturday, July 12, 2014

Kumpulan Sajak Fitra Firdaus Aden Tahun 2006 (Bagian 2)



2006 adalah masa-masa kering. Sajak yang saya buat juga cenderung dengan bahasa-bahasa ringan dan agak sedikit 'liar'. Melakukan banyak percobaan karena ada di tahun pertama sebagai mahasiswa. Ini adalah kumpulan sajak saya yang berjudul “Kesekian Cinta Terakhir”.

01. Sebutir Debu
02. Bulan Madu
03. Perihal Tong Sampah di Seberang Gedung
04. Masterpiece
05. Gudang Bawah Tanah
06. – tak bolehkah saya tak menuliskan kata ‘Sayang’ di belakang namanya? -
07. Berkenalan dengan Dosa
08. Sejak Saat ini Kita Tidak Berjodoh
09. --- no title available ---
10. Pertemuan Pertama
11. Lemparan Telur Mentah
12. Tolong Sumbat Telinga
13. Saigo no Kuchizuke
14. Ei,
15. Olokan tengah Malam
16. Kesekian Cinta Terakhir





SEBUTIR DEBU[1]

Kami adalah pasir di pantai luasmu – begitu rapuh –
terbang tertiup angin larut dalam gelombang ---dipermainkan hidup---
Sudah lama ini terus terjadi
Perlahan kaupun mengganti semua dengan tangisan kami
Banyak belajar bersikap bijak pun
menatap penuh kepastian berderai air mata
‘tuk jadi lebih ---menjadi dewa yang lebih baik dari ini---

Sebutir debu tak pernah begitu banyak berarti
dalam hitunganmu
Tapi engkaulah tempatku bersandar dari sakit

Sebutir debu tak akan cukup berani mengganti alasmu
berdiri di atas tujuh langit dan tujuh bumi
Semua itu adalah titahmu

Terang tak terlalu terang gelap tak begitu gelap
Itulah aturan yang selalu kautuang
Dalam caraku belajar memandang dunia
Tak ada yang lain ---bisikanmu yang begitu berharga---
Akulah pasir ---yang selalu menengadah memohon keajaiban---





BULAN MADU[2]

Campurbaurkan cintamu dalam madu yang kutuang
Pertama kalinya
Kenikmatan tak terlarang adalah benar adanya
Yang esa tak terbilang

Resapkan kehangatannya saat dua mata beradu
Kaulentik membius
Rengkuhan lembut mengalung degup berdebur tak tentu
Terasa indahnya...

Guncang aku pun perlahan tahanlah barang sebentar
Kutahu ada engkau
Campurbaurkan cintamu dalam madu yang kutuang
Kedua kalinya





Perihal Tong Sampah di Seberang Gedung

Karenanya namaku ditulis
Di samping tong sampah
Yang isinya bangkai tikus
Mengais untung lantas mati

Kok tidak ada pencakar langit yang berjualan bangkai tikus?
Kebanyakan uang, mungkin





Masterpiece[3]

Jika kulihatnya lukis di wajahnya
Hanya duka adanya sebanyak apa yang kulukisnya

Serabut kuas tercabut
Sempurna kau terebut...

Mahakarya tak sempurna
Tak benar sesungguhnya
Satu yang kupercaya
Hanya Tuhan yang Maha

“Telah kusaksikan semua karya
Yang ditunaikan di bawah matahari,
Dan lihatlah, segalanya sia-sia
Dan menjengkelkan hati”[4]





Gudang Bawah Tanah

Pekat...
Pengap...
Ada di tanganku
Tergeletak diendus tikus
di sudut



---tak bolehkah saya tak menuliskan kata “SAYANG” di BELAKANG namanya?[5]---

Kattou, kemarin kau menaruh
Pergelangan tanganku sembarangan
Aku bisa jatuh tak bisa berpegangan

Aku lucu tak percaya tak berdaya
Kala mengerjapkan mata kaulubangi hati
Bisa-bisa aku mati sebentar lagi!

Tapi Tuhan ~ bukan yang di atas ~
Punya banyak ramuan rahasia





Berkenalan dengan Dosa[6]

Tubuhmu adalah senjatamu[7]
Kalau begitu pergunakan semestinya
buat dia, jangan suguhkan cuma-cuma
padaku, Bambang, Asep, Romli[8], Situmorang, Joe, Alex, dan Ricardo
Nanti aku suka
dan lupa
kemarin tanggal berapa





Sejak Saat ini Kita Tidak Berjodoh[9]

Mengapa kau menghitung
hingga sampai angka itu saja?
Aku punya 5 dan 9
tapi aku tak punya 1, 2, dan 3
Angka-angkamu itu aneh
membatasi dan memahat beda
Atau aku yang aneh?
masa’ angka saja diributkan!



--- no title available ---

Kesadaranku
Hilang
Sebelum
Kau sadar
Kita berbincang
Di dalam sangkar
Dan kakiku dijerat[10]





Pertemuan Pertama[11]

Apa yang kaucoret di mataku?
warna merah yang kubenci
warna hitam yang kumaki
warna putih yang kuludahi
lalu kau aduk
Biar aku suka

ah, tambah coretnya lagi
dengan dingin bibirmu
apa dingin berwarna?





Lemparan Telur Mentah[12]
untuk Tino Irmansyah

Aku tak suka telur yang amis
Walau kau kelihatan suka-suka saja
Mungkin mataku harus kutaruh di tempat berbeda
Agar kusuka-suka juga

Amis dosa tak membuat muak
Atau kutajamkan saja garis di bibir?
Sedikit lebih melengkung ke bawah

Pucat kutunggu bukti ucapmu
Sekian waktu yang akan lalu
Jangan-jangan janjimu amis juga




TOLONG SUMBAT TELINGA

Kusangka wajahmu kusam
oleh derita senyum terpaksa
terus berkasih-kasihan saja
dan pandangi aku
kasihan

Barang pungutan tidak pernah indah[13]
itu kata mereka




SAIGO NO KUCHIZUKE[14]

Terima kasih
Wajah seputih salju – shirayuki -
Aku tak sengaja melihatmu
Yang terbiasa tersakiti
Dan kulupa di mana kutaruh hati
Saat harus memberinya padamu
Kemudian kau lari
Kusingkap tubuhku kutemukannya lagi
Dia masih tinggal





Ujung-ujungnya

Mata adalah puncak luka
Biar kucukilnya saja agar kekasih
Tak perlu berlinang air mata
Tapi kalau kucukil
Lukanya tak terhingga

Mata adalah tempat keluar luka
Yang tak mau diluka
Kalau hati yang luka?





EI,[15]

Ei, kusimpan di sakuku
hati yang kaujatuhkan di keramaian kemarin
Nanti kalau kaubutuh
panggil namaku tiga kali
kukembalikan
setelah kulubangi sedikit

aku tak meminjamnya
menyimpan untukmu barang sebentar
masa’ kau akan meributkan
omong kosong tak bermutu?

Ei, kusimpan di saku bajuku
kalimat tak bersuaramu juga.




Olokan tengah Malam[16]

Rauda meminta bintang
Tapi aku bukan tuan langit malam
Kupinta kancing baju teratasnya
Tapi dia tak berikan
Setia sampai mati
Itu lagu barunya, sumbang





Kesekian Cinta Terakhir[17]

Hujan menilep suara
Kaupias hilang arah[18]
Kutegang lepas basah
Genggam bunga mawar
Kuncupkan kalau mau gigit bibirmu

Kadang kukerudung jantung
agar tak benar kuyup
Kering pun percuma karena hujan
suka mencelup genangan di sudut

Kuseok
Rindu dendam
Kesekian cinta terakhir
perbaiki cinta usangku...




[1] Aslinya, ini adalah lirik lagu Sauh (Spirits) untuk album Love (2005), “Sebutir Debu”, dan “Bulan Madu” (titlenya saya ganti “Honey Moon”). Untuk kepentingan opening kumpulan sajak ini, saya memilih yang berkaitan dengan Tuhan.
[2] Sama seperti “Kuda Kuning Langsat” di liriknya Spirits (perjalanan hubungan seksual, bandingkan dengan lirik “Lover Boy” [album SMILE, 2004]:
Atsuku me o samashite, kimi to ajiwai-au
“Bangkitkan hasrat di mata yang terpantik nyala [nafsu]. Mari saling menikmati [bercinta]”
atau “Pretty Girl” [album KISS, 2007]:
Ashi wo hirogete nozoku keshiki ha… Mabayui bakaridaze
Bentangkan kakimu [posisi tertentu dalam hubungan seksual], biar kuintip sebuah kisah yang 'kan menyilaukanku.
[3] Sama dengan “Sebutir Debu” dan “Bulan Madu”, bedanya “Masterpiece” digunakan untuk Mix~Max dalam album Shangri-La (Januari 2006).
[4] Dikutip dari kata-kata Ecclesiastes yang termuat dalam buku “Air Mata dan Senyuman” karya Kahlil Gibran.
[5] Judul aslinya, “– tak bolehkah saya tak menuliskan kata ‘Mbak’ di depan namanya?”. Kattou dapat bermakna ganda, salah satunya adalah Rosa Kato, model Jepang blasteran Jepang-Italia. Iklannya untuk alat kosmetik ZEXY sangat menarik, termasuk senyumnya yang malu-malu tetapi maut, alih-alih mau.
[6] Judul ini terpengaruh judul buku “Berkenalan dengan Prosa”. Sama halnya ketika saya membuat judul “Ruang Lingkup Batasan Diandra” dalam salah satu sub-bab stensilan “Para Pengintip”, terpengaruh sub-bab buku linguistik yang berjudul, “Ruang Lingkup Bahasan Linguistik”.
[7] Dalih kaum feminis. Seksualitas yang diungkapkan pria secara “kejam” dan cenderung “mengeksploitasi” wanita, pada tataran tertentu digunakan untuk memutarbalikkan keadaan. Wanita memperlihatkan “eksploitasi tubuh” mereka untuk menawan lelaki.
[8] Aslinya, nama-nama ini adalah nama-nama yang merepresentasikan sesuatu tertentu. Romli diambil dari pengarang cerita anak-anak Usep Romli, walaupun ceritanya sama sekali tidak berkaitan dengan kajian feminisme. Situmorang diambil dari nama kritikus Saut Situmorang yang menampilkan wacana mengenai feminis Indonesia yang “masih” menggunakan jasa pembantu rumah tangga (penindasan terselubung). Nama-nama barat, melambangkan eksploitasi Timur oleh Barat. Hmmm, saya pernah menemukan parodi sajak ini di sebuah forum. Lucu juga, tapi saya tidak ingat. Mungkin yang memarodikan sajak ini mengira saya sedang membuat sajak sejenis “puisi mbeling” yang diciptakan dan disebarluaskan Remy Silado (23-6-71).
[9] Angka 1, 2, 3 adalah angka-angka juara sedangkan saya belum mencapainya saat itu. Ini tentang perlombaan, bukan cinta laki-laki dan perempuan. Angka 9 adalah peringkat IX di Lomba Esai Pelajar SMA se-kota Yogyakarta 2004.
[10] Bandingkan dengan penggalan lirik White Feathers:
“heya no sumi ni wa ashi o tsunagareta tori ga hisshi ni habataki 
kare wa sore o kanashige ni mitsumete wa… kanojo ni omoi o hasete
Sementara, di sudut sana, burung yang kakinya terjerat, kalut mengepak sayap
Penglihatannya pada segala macam kepiluan di sana, memberi kabar bagi kekasih hati
[11] Pernah saya bertemu anak SMA, perempuan, di pagi-pagi dingin pada pertengahan 2006. Dia memakai jaket hitam dengan krag merah. Seragam SMAnya putih, tentu saja.
[12] Tentang seorang pemimpin. Ia berulang tahun dan teman-temannya melempar dengan telur. Saat itu, dia berjanji dan dijanjikan: “kita akan bersatu”. Saya ragu, walaupun saya tahu kami akan bertemu lagi, tidak hanya dalam mimpi.
[13] Hmmm, barang pajangan. Kadang saya merasa demikian juga. Dipamerkan agar orang tertarik, tapi ketika tertarik, tidak perlu membelinya karena barang itu barang pajangan, yang harus berada di pajangan selama-lamanya sebagai penarik pelanggan. Hmmm, old story. Meskipun “indah”, tetapi tidak di-“indah”-kan (dipedulikan)
[14] Saigo berarti terakhir, kuchizuke berarti ciuman. Ciuman Terakhir untuk Shirayuki, Snow White, Putri Salju. Kadang-kadang, pertemuan kembali dengan seseorang setelah sekian lama bisa berarti “selamat tinggal” bukan “selamat datang kembali dalam kehidupan saya”.
[15] Bukan nama orang “Ei”, misalnya “Eika”, tetapi kata-kata yang diucapkan saat sesuatu terjatuh. “Ei, hatiku jatuh olehmu”.
[16] Ini berkaitan dengan cerita saya yang tidak jadi. Tokoh utamanya bernama Rihat. Kekasihnya bernama Rauda. Sayaciptakan sesuai dengan keadaan mental Rihat dalam kisah tersebut, meminta kesetiaan yang tidak pernah ada (“katanya cinta mati, melepas kancing baju teratas saja tidak berani”). Beralih ke baris kedua, “tapi aku bukan tuang langit malam”, bisa diartikan dua macam, atau lebih. Pertama, langit malam yang selalu menaungi Rauda (dia orang yang berjalan pada malam hari). Kedua, Langit Malam sayaambil dari nama tokoh “Biru Langit Malam” (Lead me with Your Wings) yang setia kepada kekasihnya, Nadia Gadis Andrani (Gadis) --- kontras dengan hubungan Rihat dan Rauda---.
[17] Lirik “Love Flies” (L’arc~en~Ciel dalam album REAL [2000] dan single “Love Flies” [c/w Shinjitsu to Gensou to ~ out of reality mix~]), “saigo no ai…” dst, terjemahannya, “Sudah saatnya kuganti cinta terakhirku”. Lirik tersebut mengisahkan seorang penyanyi yang terjun ke dalam keriuhan penonton, diusung kian kemari, dilempar demi ekstase penonton.
[18] Pengalaman pribadi yang lucu. Saya ditelepon oleh Mbak Lia (editor Tiga Serangkai) saat hujan deras, dan suara benar-benar tidak jelas saking derasnya hujan. So, saya bayangkan seandainya telepon itu antara dua orang yang sedang jatuh cinta sekaligus dalam krisis besar (misalnya kehilangan kepercayaan) hingga si aku merasa perlu mengganti cinta yang sudah disebutnya “terakhir”. Kesekian menunjukkan peluang ketidaksetiaan tersebut.

No comments:

Post a Comment